Sunday, 4 September 2016

Potret Pemungut Limbah Batubara


Aktivitas pemungut limbah batubara [photo : adieb]
Aktivitas penambangan batubara di daerah hulu Sungai Bengkulu sudah berdampak buruk terhadap lingkungan, yang bisa membahayakan keselamatan biota sungai dan laut. Yang lebih buruk lagi adalah ancaman terhadap kualitas air bersih yang dikonsumsi masyarakat. 

Timbunan limbah batu bara yang merupakan bekas pencucian dari lokasi eksploitasi tambang di sekitar kawasan Bukit Sunur mengakibatkan sungai Bengkulu tercemar. Limbah batu bara bisa ditemukan di sepanjang Sungai Bengkulu.

Walaupun permasalahan limbah batubara sangat berdampak buruk terhadap lingkungan, tapi perlu bagi kita untuk membuka mata dan menerima kenyataan, bahwa banyak saudara-saudara kita, banyak masyarakat kita, yang menggantung hidupnya dengan jalan memungut limbah batubara demi membayar biaya sekolah anak-anak mereka dan demi memenuhi sandang mereka.


Pak Nurman sekeluarga misalnya, melaut bukan lagi menjadi pilihannya, kesehariannya sekarang berprofesi sebagai pemungut batubara yang sudah ia lakoni beberapa tahun terakhir. “Dulu saya dan keluarga menggantungkan nasib dari melaut, tapi sekarang saya lebih memilih memungut batubara karena penghasilannya cukup lumayan dibandingkan dengan melaut,” jelas Nurman ketika ditanya soal pekerjaan tetap.
Lain halnya dengan Ibu Eny, berdasarkan keterangan dari sesama pengumpul batubara, Ibu Eny adalah orang yang menampung dan membeli batubara mereka pungut terus dijual ke pabrik-pabrik di Jakarta, Bandung, Palembang dan Lampung.

“Setiap hari teman-teman pencari limbah batubara itu bisa mendapatkan lima sampai sepuluh karung ukuran 50 Kg, setiap karung dijual kepada kami dengan harga kisaran Rp.10ribu sampai Rp15ribu per karungnya,” ungkap Ibu Eny.

Dengan adanya limbah batubara tersebut, maka penghasilan para nelayan di kawasan pesisir pantai Bengkulu terutama di seputaran wilayah Pasar Bengkulu cukup lumayan, sedangkan pangsa pasarnya cukup menggiurkan karena banyak pedagang pengumpul membeli batubara.

"Kami mohon kepada pemerintah daerah agar bisa memberikan izin khusus bagi warga pencari limbah batubara tersebut, agar aman dari gangguan calo dan kami pun bisa membayar retribusi," sambung Ibu Eny

Tapi, keselamatan lingkungan haruslah menjadi prioritas bagi kita semua. Pencemaran limbah batubara itu hendaknya cepat diatasi, karena bisa mengganggu kehidupan biota laut termasuk ikan dan udang. Sekarang memang belum terasa dampak dari pencemaran batubara tersebut, karena belum ada ikan mati atau biota jenis lainnya seperti udang dan kepiting, namun antisipasinya seharusnya sudah disiapkan instansi terkait.
Majalah “Kotaku” menyempatkan diri melihat secara langsung aktivitas memungut limbah batubara. Dan ternyata, untuk mengumpulkan batubara tersebut harus mengambil risiko terbawa arus air laut atau sungai dan kemungkinan besar bisa terjangkit penyakit kulit akibat zat asam dari batu bara. Dan yang lebih memprihatinkan, anak-anak usia sekolah juga ikut membantu orang tua mereka untuk memungut tersebut.

0 comments

Post a Comment

 
TOP